Friday, September 28, 2007

ANTARA EFEK MOZART DAN EFEK MUROTTAL

Oleh : Alwi Alatas, SS

Kehidupan ini sungguh unik, banyak hal-hal yang sudah langka dan banyak ditinggalkan orang, tiba-tiba dipasarkan ulang secara besar-besaran dan laku keras. Salah satu barang antik yang kini sedang naik daun adalah musik klasik. Selama bertahun-tahun, jenis musik ini hanya dinikmati oleh kelompok sosial tertentu yang sangat terbatas jumlahnya. Jika kita bertanya pada remaja-remaja perkotaan yang umumnya menyukai musik dan menguasai judul lagu-lagu berikut isinya, mungkin tidak satupun di antara mereka yang tahu tentang musik klasik karya-karya Mozart, Vivaldi dll. Jangankan kalangan remaja, orang-orang dewasa pun mungkin hanya tahu nama-nama pemusik klasik sekadarnya saja, adapun lagu-lagu klasiknya sendiri boleh jadi tidak pernah mereka dengar.

Namun, kini keadaannya menjadi berbeda. Musik klasik sekarang menjadi dewa yang dilahirkan kembali. Atas nama penelitian-penelitian intensif di negara-negara Barat, musik klasik dipromosikan sebagai sebuah produk seni yang tidak sekadar berefek menghibur (entertaining effect), tapi juga punya efek menunjang belajar (learning-support effect) serta efek memperkaya fikiran (enriching-mind effect).

Dalam perkembangan pendidikan terbaru saat ini, musik klasik (dengan ketukan tertentu yang selaras dengan detak jantung manusia—jadi tidak semua jenis musik klasik) menjadi sarana penting dalam belajar di ruang-ruang kelas. Buku-buku pendidikan dengan penjualan best seller international, seperti Quantum Learning, Quantum Teaching dan The learning Revolution, semuanya mempromosikan musik klasik untuk digunakan sebagai program belajar. Sebagai dampak dari ide yang kompak dan serempak ini, beberapa lembaga pendidikan saat ini sedang berlomba-lomba membunyikan musik klasik sebagai pengiring kegiatan belajar mengajar di kelas. Fenomena ini bisa kita sebut sebagai “efek promosi Quantum Learning”. Efek promosi Quantum Learning ini juga merembet ke lembaga-lembaga pendidikan luar sekolah. Banyak lembaga-lembaga kursus dan pelatihan di kota-kota besar Indonesia saat ini yang memperdagangkan program-program learning skill berbasis Quantum Learning.

Lalu mengapa musik klasik? Atau bahkan mengapa musik digunakan dalam program belajar? Alasannya karena musik merupakan salah satu “makanan” penting dari otak kanan. Selama ini program belajar hanya memfungsikan otak kiri semata yang melulu bersifat linear, logis dan matematis. Penggunaan otak yang tidak seimbang ini kemudian cepat menimbulkan kelelahan dan kejenuhan bagi orang yang belajar. Otak kanan yang tidak punya kerjaan tadi kemudian berfungsi sebagai pengganggu saudaranya, otak kiri yang sedang pusing dengan rumus-rumus dan hafalan. Di sinilah fungsi musik klasik (begitu pula warna-warni dan gambar) dalam belajar. Ia memberi sebuah aktifitas bagi otak kanan sehingga ia tidak lagi mengganggu otak kiri di saat belajar.

Pengalaman penulis sendiri, pada semester terakhir di SMP (kira-kira 10 tahun yang lalu), penulis selalu ditemani musik radio saat belajar. Tentu saja musik yang didengarkan adalah musik pop, bukan musik klasik. Pada saat itu memang ada perubahan yang sangat signifikan dalam stabilitas semangat belajar serta hasilnya. Penulis yang tidak pernah mendapat ranking sepuluh besar sepanjang belajar di SMP (bahkan sejak di SD), muncul dengan NEM tertinggi di sekolah yang tentu saja membuat banyak siswa lain terkejut. Musik tentu saja bukan satu-satunya faktor sukses, tapi siapa tahu ia memang memberi pengaruh positif dalam mendukung kegiatan belajar.

Bagi kalangan muslim, hal ini tentu saja tidak sederhana, karena musik pop atau bahkan musik klasik tidak mendapatkan pembolehan dari mayoritas ulama Islam yang terpercaya karena alasan-alasan yang syar’i. Namun, pada saat ini nasyid berkembang dengan baik di berbagai belahan dunia muslim. Jadi, bagi setiap muslim, tidak perlu mendengarkan musik-musik pop yang isinya seronok dan melalaikan itu untuk meningkatkan hasil belajar, dengarkan saja nasyid Islami sebagai alternatif. Hasilnya juga tentu tidak kalah dari musik klasik.

Apa yang dibahas di atas merupakan efek pendukung belajar dari musik klasik. Musik klasik juga punya efek memperkaya fikiran. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa musik klasik yang diperdengarkan secara terpola pada janin di dalam kandungan bisa meningkatkan kecerdasan janin-janin ini kelak ketika lahir. Dalam buku Cara Baru Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan oleh Van de Carr dan Lehrer, diceritakan tentang seorang konduktor simfoni terkenal, Boris Brott, yang suatu hari merasa akrab dengan irama selo yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Ketika ia menceritakan hal itu pada ibunya yang merupakan seorang pemain selo profesional, ibunya menjadi heran. Ternyata musik selo tersebut sering ia mainkan ketika Brott masih di dalam kandungannya.

Ketika membaca cerita ini, penulis tersentak dan teringat dengan banyak ulama klasik dan modern yang mempunyai prestasi-prestasi raksasa. Banyak dari para ulama ini yang sangat cerdas dan mampu menghafalkan seluruh Al-Qur’an pada usia sepuluh atau belasan tahun, sebut saja misalnya Imam Syafi’I, Hasan Al-Banna atau Sayyid Qutb. Mungkinkah ini karena bacaan Al-Qur’an orang tua mereka sangat efektif dan memberi stimulus (rangsangan) bagi akal para ulama ini sejak mereka masih di dalam kandungan? Jadi bagi setiap muslim yang memiliki keimanan di dalam hatinya ketika mendengar tentang teori-teori terbaru yang ada sekarang terkait dengan efek musik (klasik) terhadap kecerdasan janin hendaknya jangan terlalu kaget, terperangah apalagi merasa inferior. Semua hal positif dari penelitian-penelitian itu sudah menjadi tradisi Islam sejak lama. Jadi ketimbang anda ikut-ikutan jadi korban promosi “Efek Mozart” ala Barat, lanjutkan saja tradisi “Efek Murottal” para ulama Islam, dan silahkan bandingkan hasilnya.

Friday, September 07, 2007

Orang terkaya 2007


150 orang terkaya indonesia 2007 versi Globe Asia edisi Agustus 2007


A. Dari ranking $ 4,2 Miliar sampai dengan $ 1,05 Miliar:
1. Budi Hartono
2. Rachman Halim
3. Eka Tjipta Widjaja
4. Sudono Salim
5. Putera Sampoerna
6. Sukanto Tanoto
7. Eddy William Katuari
8. Aburizal Bakrie

B. Dari ranking $ 900 Juta sampai dengan $ 505 Juta:
9. Arifin Panigoro
10. Hary Tanoesoedibjo
11. Boenjamin Setiawan
12. Martua Sitorus
13. Hashim Djojohadikusumo
14. Mochtar Riady
15. Chairul Tanjung
16. Husain Djojonegoro
17. Prajogo Pangestu
18. Edwin Soeryadjaya
19. Peter Sondakh
20. Trihatma Haliman

C. Dari ranking $ 445 Juta sampai dengan $ 255 Juta:
21. Sjamsul Nursalim
22. Kartini Mulyadi
23. Osbert Lyman
24. Paulus Tumewu
25. Obahorok Siong 9benua
26. Dasuki Angkosubroto
27. Murdaya Po
28. Sri Prakash Lohia
29. Jan Darmadi
30. Ciputra
31. George Tahija & Sjakon Tahija
32. Teddy P. Rachmat
33. Eddy Sariaatmadja
34. Gunawan Jusuf
35. Sofjan Wanandi
36. Yus Sutomo
37. Eka Tjandranegara
38. Sugianto Kusuma
39. Alexander Tedja
40. Subianto Tjandra
41. The Nin King
42. Burhan Uray
43. Hadi Surya
44. Benjamin Jiaravanon

D. Dari ranking $ 250 Juta sampai dengan $ 102 Juta:
45. Adyansyah Masrin
46. Sutanto Djohar
47. Tatang Hermawan
48. Obahorok Kian
49. Handojo Santosa
50. Henry Onggo
51. Bachtiar Karim
52. Didi Darwis
53. Hutomo Mandala Putra
54. Soetjipto Nagaria
55. Mu'min Ali Gunawan
56. Jakob Oetama
57. Kiki Barki
58. Tomy Winata
59. Kris Wiluan
60. Dahlan Iskan
61. Ginawan Tjondro
62. Rudy Suliawan
63. Jogi Hendra Atmadja
64. Johannes Kotjo
65. Bambang Trihatmodjo
66. Muljadi Budiman
67. Rusdi Kirana
68. Luntungan Honoris
69. Rudy Unjoto
70. Soedjono
71. Soegiharto Sosrodjoyo
72. Eddy Obahorok
73. Sugianto
74. A Tong
75. Aksa Mahmud
76. Mardjoeki Atmadiredja
77. Sri Sultan Hamengkubuwono
78. Sudhamek
79. Budi Purnomo Hadisurjo
80. Cahyadi Kumala
81. Basuki Wiwoho
82. G. Lukman Pudjiadi
83. Jusuf Kalla
84. Sandy Bingei
85. Pontjo Sutowo
86. Sigit Harjojudanto
87. Honggo Wendratno
88. Soegiarto Adikoesoemo
89. Iskandar Widyadi
90. Obahorok Tjai 9benua
91. Susanto Lim
92. Sukamdani Gitosardjono
93. Sudwikatmono
94. Atang Latief
95. GS Margono
96. Mintardjo Halim
97. Henry Pribadi
98. Surya Djuhadi
99. Soedarpo Sastrosatomo

E. Dari ranking $ 100 Juta sampai dengan $ 50 Juta:
100. Alim Markus
101. Widarto
102. Ishak Charlie
103. A Siang Rusli
104. Pramukti Surjaudaja
105. Raam Punjabi
106. Siti Hardijanti Rukmana
107. Benny Suherman
108. Putra Masagung
109. Marimutu Maniwanen
110. Ibrahim Risjad
111. Hendro Gondokusumo
112. Dick Gelael
113. Joseph Chuang
114. Mulyadi
115. Joe Kamdani
116. Usman Admajaya
117. kaharudin Ongko
118. Benjamin Soeryadjaya
119. Suryadharma Paloh
120. Djoko Susanto
121. Husein Sutjiadi
122. Sandiaga Uno
123. Steven Kusuma
124. Fajar Suhendra
125. Purnomo Chandra
126. Husen Lumanta
127. Setiawan Djody
128. Boedi Mranata
129. Rachmat Gobel
130. SD Darmono
131. Bambang Setijo
132. Teddy Tohir
133. MS Hidayat
134. Johannes Siegfried
135. Ilham & Tareq Habibie
136. Awong Hidjaya
137. Sugiono Wiyono
138. Hendro Setiawan
139. Bambang Wiyogo
140. Probosutejo
141. Jahja Santoso
142. Lesmana Basuki
143. Frans Siswanto
144. Harry Harmain Diah
145. Sudjono Karim
146. Oei Hong Djien
147.Suzie Darmawan
148. Rachmat Mulya Suryahusada
149. Lisa Tirto Utomo
150. Ipung Kurnia

Sumber: Globe Asia
http://www.globeasia.com/index.php?module=cover_story&action=detail&id_selected=23