Tuesday, December 16, 2008

Beasiswa-jawaban

taken from milis beasiswa
-------------------------------
Dear all,

Saya alumni penerima beasiswa ADS untuk program master (S2)lulus dari
University of Sydney 5 tahun yang lalu (2003). Saya sendiri juga heran
dengan proses seleksi beasiswa ADS yang menurut saya agak aneh dan
sama sekali tidak mencantumkan kriteria yg jelas ttg proses seleksi.
Mungkin waktu dapat beasiswa S2 dari ADS saya termasuk yang
'beruntung', tidak halnya ketika melamar untuk beasiswa S3 lewat ADS,
selain jumlahnya terbatas, saya kira kriteria pemilihannya juga
cendrung 'politis' banget, maksut saya ada kepentingan dari
scholarship provider dengan skema riset kita!

Saya terus terang agak kecewa karena setelah 5 tahun lulus dari
Universitas di Australia, tidak ada inisiatif dari ADS untuk mengubah
kebijakan strategisnya berkenaan dengan sistem rekruitmen utk penerima
beasiswa. Misalnya, ada kasus penerima beasiswa ADS (utk S3 juga)
justru datang dari kualifikasi yang sebenarnya oleh persyaratan ADS
sendiri bertentangan.

.misalnya mereka yang waktu S2 tidak menulis
thesis, tapi kok bisa diterima untuk program S3 (???) weird..sungguh
aneh bin ajaib. Saya pernah mengirim surat berisi saran2 ttg perbaikan
untuk ADS (bagaimanapun sebagai alumni mereka, saya sangat
berterimakasih pernah mendapatkan benefit dan entitlement), misalnya
tentang beberapa isu penting sbb:

1. Proporsi untuk research students sebaiknya 50%, karena itu penting
untuk perbaikan SDM di Indonesia di masa depan. Sampai sekarang yg
saya amati lebih dari 65% alokasi beasiswa ADS untuk practical skills
yakni kuliah yang hanya berbasis courseworks (terutama utk masters).
Alasan mereka (ADS), itu pemerintah Indonesia sendiri yang meminta
alokasi spt itu karena kebutuhan untuk SDM yg bisa siap pakai..(aneh
deh argumennya dari pihak pemerintah Indonesia...)

2. Pada proses seleksi sebaiknya mereka yang benar2 sudah 'siap'-lah
yang bisa masuk ke tahapan berikutnya..misalnya seperti beasiswa
STUNED (Belanda), yakni mereka yang siap belajar sudah mengkontak
Universitas, supervisor etc..utk persiapan studi mereka. Proses
seleksi ADS yang paling merugikan justru di tahapan awal yang ternyata
melulu hanya seleksi administratif..yakni seleksi kelengkapan dokumen
etc...meskipun pernah ada kasus,seorang kawan yang dokumennya gak
lengkap (IELTS-nya kadaluarsa) tetapi diterima dan mendapatkan
beasiswa PhD! Mungkin karena peminat beasiswa ini banyaak sekali
sehingga mungkin mereka (ADS) terpaksa menjalankan prosedur ini, tapi
bagaimana kalau sewaktu2 pihak (officers) ADS teledor..sehingga satu
kesempatan saja hilang untuk mereka yang teliti..sedangkan yang gak
teliti justru bisa mendapatkan benefit..??

3. Berbeda dengan program beasiswa lain, spt DAAD misalnya..yang
menjadwalkan program re-united, yakni memberikan prioritas kelanjutan
studi (khususnya untuk S3) bagi mereka yang pernah memperoleh
pendidikan di Australia (s1 lewat BA honours atau S2 - masters by
research / combination), ADS sama sekali gak punya program seperti
ini! Jadi asumsi bahwa pemberian beasiswa untuk S3 cendrung
politis..sulit sekali dibantah! Saya termasuk orang yang agak kecewa
dengan kebijakan ADS tentang hal ini, herannya pemerintah kita
(Depdiknas) kesannya pasif..karena beasiswa AusAid itu bukan
gratisan..itu tetap bagian dari hutang pemerintah RI pada pemerintah
Australia, jadi kalau kita gak punya space for negotiating..kesannya
beasiswa tsb 'kolonialis', maaf kalau kata tsb agak 'keras'.

Tetapi jangan kuatir, justru inisiatif 'positif' datang dari AusAid
sendiri yang menyelenggarakan beasiswa2 lain di luar skema ADS spt
ALA, Endeavour etc..saya justru melihat kecendrungan baik dan proses
seleksi yang jauuuh lebih fair untuk beasiswa2 yang diselenggarakan
AusAid ini ketimbang ADS.

Meskipun kritik saya diatas terdengar agak tajam, jangan sampai
mengurungkan niat teman2 untuk tetap berusaha mencari beasiswa.

Tetap semangat tetapi jangan mengandaikan bahwa setelah kita
mendapatkan beasiswa, maka perjuangan sudah selesai..belum..perjuangan
sesungguhnya adalah menjalani studi kita dan sesudahnya. Terimakasih
saya juga untuk ADS Indonesia (jika kebetulan ada staf ADS yang
membaca pesan ini) semoga kritik2 diatas bisa menjadi input buat
perbaikan ADS di masa depan.

Salam,

Arie Setyaningrum Pamungkas
PhD Candidate
Institut fur Asien und Afrikawissenschaften
Humboldt Universitat zu Berlin