Sunday, August 22, 2004

ada orang bilang: 'mendapatkan pacar itu mudah, tapi mencari istri itu sulit'
apakah sudah sebegitunya dunia ini??
apa yang didapat dari pacaran?? lebih kenal pribadi lawan jenis?? mengenal dunia lawan jenis?? menyamakan persepsi?? ato untuk menghalalkan yang haram??

Ternyata emang susah susah gampang untuk menjalin hubungan ke jenjang pernikahan itu, komitmen dan pengertian!

Allah SWT Berfirman :

Janganlah kamu palingkan mukamu dari seseorang, dan jangan brjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tidak suka orang yang sombong dan berbangga diri. Sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, karena seburuk - buruk suara adalah suara keledai. (Q.S.Luqman : 18 - 19)

Kita mulai dari bagaimana Islam memandang persoalan cinta. Cinta menurut Islam adalah sesuatu yang agung. Ia (cinta) adalah hak prerogatif Allah. Maka, cinta adalah di atas kuasa manusia (fauqa mustatha' al-Insaan). Cinta yang tulus, biasanya datang tanpa diundang. Dan hanya Allah jua yang mampu menghapus dan membaliknya menjadi rasa yang lain. Al-Qur'an dan hadis menunjukkan kebenaran ungkapan ini, dan bahkan orang yang mati karena tak kuasa memanggul beban cinta, termasuk orang-orang yang mati syahid. Al-Qur'an melukiskan dengan begitu impressif bagaimana cinta Zulaikha kepada Yusuf 'Alaihis Salam. Qad syagafaha hubba, kata al-Qur'an. Imam al-Alusy menafsirkan dalam -Ruh al-Ma'any- syagaf sebagai rasa cinta yang menghunjam ke dalam lubuk hati, sehingga sulit terhapuskan.

Sampai di sini sebenarnya tidak ada masalah, no problem. Orang bebas untuk mencintai siapa saja. Asalkan yang besemayam di hatinya adalah cinta suci, jujur yang merupakan anugerah Allah, ia tidak terkena tuntutan hukum apa-apa. Masalah baru muncul manakala rasa cinta ini berpindah dari dunia rasa ke dunia nyata, berpindah dari alam idiil ke alam riil. Dan oleh karena batas antara cinta dan nafsu teramat tipis, seringkali dalam praktik, sulit membedakan apakah yang sedang kita ekspresikan; kita nyatakan adalah cinta atau nafsu.

Apakah pacaran itu melangkahi takdir? Tidak. Manusia diharuskan berikhtiar, dan pacaran dengan definisi "persahabatan akrab yang bertujuan atau mengarah ke pernikahan" merupakan bagian dari ikhtiar. Kalau doi bukan "jodoh" kita, bagaimana? "Jodoh" itu (dan "takdir-takdir" lainnya) tidak turun dari langit begitu saja, tetapi selalu melewati ikhtiar manusia, baik orang yang bersangkutan maupun orang-orang lain yang berkaitan dengan "takdir"nya. Apa tidak rugi ikhtiar kita bila doi itu bukan "jodoh" kita? Ya, memang ada ruginya, tetapi ini bersifat duniawi sehinga tidak bergitu berarti. Untungnya jauh lebih banyak, karena ikhtiar itu (apa pun hasilnya) membuahkan pahala ukhrawi juga. Justru kita rugi bila tidak berikhtiar, karena melepas kesempatan untuk memperoleh pahala. Seandainya ternyata si doi itu akhirnya tidak menjadi suami atau istri kita, di sinilah keimanan kita kepada takdir diuji. Bila kita menerimanya dengan berlapang dada, berserah diri kepada Allah, maka kita berhasil dalam ujian keimanan ini. Sebaliknya, bila kita tidak habis mengerti, merasa tidak puas terhadap ketentuan Allah, maka kita gagal dalam ujian keimanan ini.

No comments: